Senin, 27 Desember 2010
ISLAM-MENG'ESAKAN ALLAH DAN MENYATUKAN UMMAT MANUSIA
Islam - MengEsakan
Allah dan Menyatukan
Ummat Manusia
Oleh: Dr. Jefry Lang
(dikutip dari Buku
karangan Jefry Lang yang
berjudul "Bahkan
Malaikat Pun Bertanya",
hal 218-221)
Sejak seseorang
bergabung dengan
komunitas muslim, baik
melalui kelahiran atau
konversi agama,
syahadat menjadi bagian
tak terpisahkan dari
kehidupan orang itu.
Syahadat selalu
dikumandangkan dalam
panggilan sholat, pada
awal acara-acara besar,
dibaca paling tidak
sembilan kali dalam
sholat lima waktu,
diserukan secara spontan
oleh kaum mukmin
dalam saat-saat gembira
atau terkagum-kagum,
dan dengan pelan
didesahkan oleh kaum
muslim sewaktu mereka
merenungkan kebesaran
dan keagungan Allah. Di
samping itu, syahadat
menjadi pernyataan gaya
hidup yang didasarkan
pada Al-Quran dan
ajaran-ajaran Nabi
Muhammad. Bagi kaum
muslim, Al-Quran adalah
Kalam Allah yang
diwahyukan, dan sunnah
Nabi (secara harfiah
sunnah berarti "jalan")
adalah Kalam allah yang
diterapkan secara sangat
sempurna. Ketika
'A'isyah, istri Nabi
Muhammad, ditanya
tentang akhlak Nabi
selama hidup beliau, ia
menjawab, "Akhlak Nabi
adalah Al-Quran."
Jawaban 'A'isyah
mengungkapkan dengan
sangat baik bagaimana
kaum muslim
memandang hubungan
antara kitab suci mereka
dan Rasulullah.
Syahadat adalah titik
awal kehidupan seorang
muslim, baik secara
harfiah maupun kiasan.
Ini aalah landasan yang
di atasnya berpijak
komunitas orang mukmin
dan juga sumber
persatuan dan kekuatan
mereka. Inilah batas
yang melindungi mereka
dan garis demarkasi yang
harus diseberangi bila
seseorang ingin
bergabung dengan
mereka.
Seperti mualaf lainnya,
saya tidak akan pernah
bisa melupakan syahadat
pertama saya. Kesaksian
itu merupakan momen
paling sulit tapi paling
membebaskan dan kuat
dalam hidup saya. Secara
berangsur-angsur, saya
menjadi lebih memahami
banyak implikasinya, dan
secara khusus saya mulai
mengerti bahwa
kesaksian itu
memaklumkan bukan
hanya KeEsaan Allah,
melainkan juga kesatuan
dan persamaan umat
manusia. Tentu saja,
temuan saya tentang hal
ini sama sekali tidak
orisinal (pengutip:
maksudnya bukan asli
konsep temuan atau
buatan pengarang buku).
Prinsip egalitarian ini
adalah tema yang sangat
menonjol dalam ajaran-
ajaran Islam sehingga
tidak mungkin
dihilangkan. Saya tidak
bermaksud mengatakan
bahwa setiap orang
muslim sangat siap untuk
mengartikulasikannya.
Akan tetapi, prinsip ini
dapat diamati dengan
jelas dalam tradisi dan
interaksi keagamaan
masyarakat muslim.
Karena itu, sama sekali
tidak mengejutkan bila
ajaran ini menjadi salah
satu hal yang pertama
kali menarik Malcolm X
dalam perjalanan ibadah
hajinya ke Mekkah. Ia
menulis,
"Selama sepekan
terakhir, saya betul-
betul tidak bisa berucap
sepatah kata pun dan
terpesona oleh
keanggunan yang
ditampakkan di
sekeliling saya oleh
manusa dari seluruh suku
bangsa...
Anda boleh jadi terkejut
mendengar kata-kata ini
keluar dari saya. Tetapi,
dalam perjalanan haji ini,
apa yang telah saya lihat
dan alami memaksa saya
untuk menata ulang
sebagian besar pola
pemikiran yang
sebelumnya saya pegang,
dan membuang beberapa
konklusi sebelumnya ...
Barangkali jika orang-
orang kulit putih
Amerika bisa menerima
KeEsaan Allah, mungkin
juga mereka bisa
menerima dalam
kenyataannya kesatuan
umat manusia - dan
berhenti mengukur,
menghalangi, dan
mencelakakan orang lain
karena "perbedaan"
warna kulit mereka....
Setiap jam di tanah suci
memungkinkan saya
memperoleh
pengetahuan spiritual
yang semakin besar
tentang apa yang sedang
terjadi di Amerika antara
orang-orang kulit hitam
dan orang-orang kulit
putih."
Di sini, saya tidak
menyatakan bahwa Islam
menghapuskan
prasangka-prasangka
suku dan warna kulit.
Klaim di atas lebih
mengesankan bahwa
Islam menghapuskan
kejahatan. Sebaliknya,
saya ingin menegaskan
bahwa Islam tidak
mentoleransi prasangka-
prasangka semacam itu
dan bahwa ketika kaum
muslim
menampakkannya,
mereka sadar betul
bahwa mereka
melanggar ajaran yang
fundamental dalam
agama mereka dan
melakukan sebuah
kesalahan yang serius.
Dari semua agama besar
di dunia, saya yakin
bahwa tidak ada agama
yang lebih berhasil dalam
memerangi prasangka
ras selain Islam. Saya
telah melihat
pertunjukan kekuatan
Islam dalam hal ini, yang
sangat bersifat pribadi
dan membangkitkan
semangat, beberapa
minggu setelah saya
menjadi seorang muslim.
......
Waktu itu ada pengajian
yang diorganisasi oleh
para mahasiswa muslim
University of San
Fransisco. Pembicara
malam itu adalah Abdul
Aleem Musa, yang waktu
itu adalah imam Mesjid
an-Nur di Oaklan,
California. Ia
menuturkan
perjalanannya memeluk
Islam, yang dimulai saat
ia bergabung dengan
geralan Nation of Islam
pada tahun enam
puluhan dan ia kemudian
beralih ke Islam otentik
pada tahun tujuh
puluhan. Orang-orang
muslim Amerika
keturunan Afrika Oaklan
yang menyertainya dari
Oaklan menunjukkan
reaksi mereka atas
ceramahnya bahwa jalan
mereka menuju Islam
sangat mirip dengan
jalan Aleem.
Secara fisik, Abdul Aleem
adalah seorang yang
mengesankan. Ia
kelihatan seolah-olah
mampu bermain dengan
ketat hingga akhir babak
dalam permainan "San
Fransisco Forty-Niners."
Ia sangat pandai dan
cerdas, dan tentu saja
bukan tipe orang yang
bisa diremehkan. Dalam
perjalanan menuju
pengajian itu, beberapa
mahasiswa memberitahu
saya bahwa Abdul Aleem
dulunya adalah anggota
kelompok Black Panthers
dan mantan narapidana.
Saya biasanya
mencurigai kabar angin
seperti ini. Akan tetapi,
dari pembicaraannya,
saya merasa bahwa,
paling tidak, ia memiliki
masa lalu yang kelabu.
Sekalipun demikian,
kebijaksanaan kata-
katanya dan ketenangan
yang kini
diperlihatkannya
membuat saya merasa
bahwa ia telah
menemukan kedamaian
batin melalui
keimanannya.
Ketika saya
mendengarkan Abdul
Aleem, saya teringat
masa-masa remaja saya
dan brutalitas perang ras
yang mengerikan antara
lingkungan tetangga
saya dengan para
pemuda kulit hitam
seperti dirinya, dari
daerah kumuh yang
berdekatan. Saya
membayangkan betapa
berbahayanya ia waktu
itu sebagai musuh - tipe
musuh yang setiap orang
berusaha sebaik mungkin
tidak melihatnya ketika
ia memasuki wilayah
Anda. Serentak saya
merasa terinspirasi dan
terancam, tersentuh
tetapi juga bingung.
Seluruh refleks dan rasa
takut masa lalu yang
saya pikir sudah lama
saya tinggalkan di
Bridgeport, Connecticut,
kini kembali lagi datang
kepada saya.
Pertanyaan pertama
yang diajukan kepada
Abdul Aleem ketika ia
telah menyelesaikan
ceramahnya berasal dari
seorang mahasiswa Arab:
"Apalah Islam telah
benar-benar mengubah
hidup Anda?"
Pertanyaan itu mungkin
biasa-biasa aja, tetapi
rupanya menyinggung
masa lalunya yang
kelabu. Paling tidak,
itulah penafsiran saya
dan, tampaknya,
demikian juga perasaan
Abdul Aleem.
"Anda tidak tahu, berapa
kali sudah saya ditanya
tentang soal yang sama,"
ia menghela nafas,
sambil menggelengkan
kepalanya hampir tidak
percaya. "Orang tidak
mengira bahwa hal itu
benar-benar bisa terjadi,
bahwasanya Anda bisa
mengubah hidup Anda."
Ia berbicara pelan-pelan,
mengukur kata-katanya,
berusaha keras
menguasai
kebanggaannya yang
terluka. Kemudian,
dengan nada suara
rendah yang
memperlihatkan rasa
frustasi memuncak, ia
berkata, "Orang sungguh
tidak percaya pada
kekuatan Islam."
Hadirin menjadi tegang
dan menahan nafas,
mengantisipasi luapan
emosi yang dapat terjadi
sewaktu-waktu. Mata
Abdul Aleem menyelidik
ruangan, seolah-olah ia
sedang mencari-cari
orang yang mungkin bisa
memahami atau
membuktikan
pandangannya. Tiba-tiba
ia menatap Grant,
seorang mualaf kulit
putih Amerika lain yang
duduk di sebelah kiri
saya. Kejadian
berikutnya yang saya
tahu adalah: ia menunjuk
kami berdua.
Ia berseru, hampir
berteriak, "Fakta bahwa
ada orang-orang kulit
putih seperti mereka ini,
duduk di sini dengan
orang kulit hitam seperti
kami, sebagai saudara -
SAUDARA!!! - ketika
sepuluh tahun lalu kami
saling berbunuh-bunuhan
di jalanan, menunjukkan
kepada Anda sekalian
betapa Islam dapat
mengubah hidup!"
Seakan-akan ia dapat
membaca pikiran saya.
Grant dan saya adalah
dari generasi yang sama
dengan Abdul Aleem, dan
raut wajah Grant
mengatakan kepada saya
bahwa ia dapat mengerti
apa yang baru saja
diucapkan oleh Abdul
Aleem. Setelah acara itu
selesai, Abdul Aleem
berjalan menghampiri
kami berdua dan
menyalami kami dengan
tersenyum ramah dan
dengan apa yang saya
katakan "pelukan
rangkat tiga Islam."
Itulah awal dari suatu
hubungan yang amat
penting bagi saya. Abdul
Aleem menjadi sahabat
dekat dan mentor saya,
serta membantu saya
menangani banyak
jebakan dan kendala
yang bisa mengancam
keikhlasan seorang
pendatang baru dalam
Islam.
Ketika saya berjumpa
Abdul Aleem, saya baru
saja memeluk Islam dan
masih memerlukan
banyak waktu untuk
mendalami ajaran-ajaran
Islam. Akan tetapi,
malam itu, saya banyak
belajar tentang
egalitarianisme Islam.
Dan saya belajar lebih
banyak dari Abdul Aleem
dalam bulan-bulan dan
tahun-tahun berikutnya.
WANITA SOLEHAH.. BIDADARI TERINDAH DISURGA multazimah.blogsome.com/2007/03/02/wanita-sholehah-bidadari-syurga-terindah/
Wanita Sholehah:
Bidadari Syurga
Terindah
***
Ia mutiara terindah
dunia
Bunga terharum
sepanjang masa
Ada cahaya di wajahnya
Betapa indah pesonanya
Bidadari bermata jeli pun
cemburu padanya
Kelak, ia menjadi
bidadari surga
Terindah dari yang ada
(hanan)
***
Pernahkah saudara-
saudara melihat seorang
bidadari? Bidadari yang
bermata jeli. Yang
kabarnya sangat indah
dan jelita. Saya yakin
kita semua belum pernah
melihatnya. Kalau begitu
mari kita ikuti
percakapan antara
Rasulullah
sallallahu ’alaihi wa
sallam dan Ummu
Salamah radhiyallahu
‘anha tentang sifat-sifat
bidadari yang bermata
jeli.
— -
Imam Ath-Thabrany
mengisahkan dalam
sebuah hadist, dari
Ummu Salamah
radhiyallahu ‘anha, dia
berkata, “Saya berkata,
‘Wahai Rasulullah,
jelaskanlah kepadaku
firman Allah tentang
bidadari-bidadari yang
bermata jeli’.”
Beliau menjawab,
“Bidadari yang kulitnya
putih, matanya jeli dan
lebar, rambutnya berkilai
seperti sayap burung
nasar.”
Saya berkata lagi,
“Jelaskan kepadaku
tentang firman Allah,
‘Laksana mutiara yang
tersimpan baik’.” (Al-
waqi’ah : 23)
Beliau menjawab,
“Kebeningannya seperti
kebeningan mutiara di
kedalaman lautan, tidak
pernah tersentuh tangan
manusia.”
Saya berkata lagi,
“Wahai Rasulullah,
jelaskan kepadaku
firman Allah, ‘Di dalam
surga-surga itu ada
bidadari-bidadari yang
baik-baik lagi cantik-
cantik’.” (Ar-Rahman :
70)
Beliau menjawab,
“Akhlaknya baik dan
wajahnya cantik jelita”
Saya berkata lagi,
Jelaskan kepadaku
firman Allah, ‘Seakan-
akan mereka adalah
telur (burung onta) yang
tersimpan dengan
baik’.” (Ash-Shaffat : 49)
Beliau menjawab,
“Kelembutannya seperti
kelembutan kulit yang
ada di bagian dalam
telur dan terlindung kulit
telur bagian luar, atau
yang biasa disebut putih
telur.”
Saya berkata lagi,
“Wahai Rasulullah,
jelaskan kepadaku
firman Allah, ‘Penuh
cinta lagi sebaya
umurnya’.” (Al-Waqi’ah :
37)
Beliau menjawab,
“Mereka adalah wanita-
wanita yang meninggal
di dunia pada usia lanjut,
dalam keadaan rabun
dan beruban. Itulah yang
dijadikan Allah tatkala
mereka sudah tahu, lalu
Dia menjadikan mereka
sebagai wanita-wanita
gadis, penuh cinta,
bergairah, mengasihi dan
umurnya sebaya.”
Saya bertanya, “Wahai
Rasulullah, manakah
yang lebih utama, wanita
dunia ataukah bidadari
yang bermata jeli?”
Beliau menjawab,
“Wanita-wanita dunia
lebih utama daripada
bidadari-bidadari yang
bermata jeli, seperti
kelebihan apa yang
tampak daripada apa
yang tidak tampak.”
Saya bertanya, “Karena
apa wanita dunia lebih
utama daripada
mereka?”
Beliau menjawab,
“Karena shalat mereka,
puasa dan ibadah
mereka kepada Allah.
Allah meletakkan cahaya
di wajah mereka, tubuh
mereka adalah kain
sutera, kulitnya putih
bersih, pakaiannya
berwarna hijau,
perhiasannya kekuning-
kuningan, sanggulnya
mutiara dan sisirnya
terbuat dari emas.
Mereka berkata, ‘Kami
hidup abadi dan tidak
mati, kami lemah lembut
dan tidak jahat sama
sekali, kami selalu
mendampingi dan tidak
beranjak sama sekali,
kami ridha dan tidak
pernah bersungut-sungut
sama sekali.
Berbahagialah orang
yang memiliki kami dan
kami memilikinya.’.”
Saya berkata, “Wahai
Rasulullah, salah seorang
wanita di antara kami
pernah menikah dengan
dua, tiga, atau empat
laki-laki lalu meninggal
dunia. Dia masuk surga
dan mereka pun masuk
surga pula. Siapakah di
antara laki-laki itu yang
akan menjadi suaminya
di surga?”
Beliau menjawab, “Wahai
Ummu Salamah, wanita
itu disuruh memilih, lalu
dia pun memilih siapa di
antara mereka yang
akhlaknya paling bagus,
lalu dia berkata, ‘Wahai
Rabb-ku, sesungguhnya
lelaki inilah yang paling
baik akhlaknya tatkala
hidup bersamaku di
dunia. Maka nikahkanlah
aku dengannya’. Wahai
Ummu Salamah, akhlak
yang baik itu akan pergi
membawa dua kebaikan,
dunia dan akhirat.”
—-
Sungguh indah perkataan
Rasulullah
sallallahu ’alaihi wa
sallam yang
menggambarkan tentang
bidadari bermata jeli.
Namun betapa lebih
indah lagi dikala beliau
mengatakan bahwa
wanita dunia yang taat
kepada Allah lebih utama
dibandingkan seorang
bidadari. Ya, bidadari
saudaraku.
Sungguh betapa
mulianya seorang
muslimah yang kaffah
diin islamnya. Mereka
yang senantiasa menjaga
ibadah dan akhlaknya,
senantiasa menjaga
keimanan dan
ketaqwaannya kepada
Allah. Sungguh, betapa
indah gambaran Allah
kepada wanita shalehah,
yang menjaga
kehormatan diri dan
suaminya. Yang tatkala
cobaan dan ujian
menimpa, hanya
kesabaran dan
keikhlasan yang ia
tunjukkan. Di saat
gemerlap dunia kian
dahsyat menerpa, ia
tetap teguh
mempertahankan
keimanannya.
Sebaik-baik perhiasan
ialah wanita salehah.
Dan wanita salehah
adalah mereka yang
menerapkan islam secara
menyeluruh di dalam
dirinya, sehingga kelak ia
menjadi penyejuk mata
bagi orang-orang di
sekitarnya. Senantiasa
merasakan kebaikan di
manapun ia berada.
Bahkan seorang “Aidh Al-
Qarni menggambarkan
wanita sebagai batu-
batu indah seperti
zamrud, berlian, intan,
permata, dan sebagainya
di dalam bukunya yang
berjudul “Menjadi wanita
paling bahagia”.
Subhanallah. Tak ada
kemuliaan lain ketika
Allah menyebutkan di
dalam al-quran surat an-
nisa ayat 34, bahwa
wanita salehah adalah
yang tunduk kepada
Allah dan menaati
suaminya, yang sangat
menjaga di saat ia tak
hadir sebagaimana yang
diajarkan oleh Allah.
Dan bidadari pun
cemburu kepada mereka
karena keimanan dan
kemuliaannya.
Bagaimana caranya agar
menjadi wanita salehah?
Tentu saja dengan
melakukan apa yang
diperintahkan Allah dan
menjauhi segala
laranganNya. Senantiasa
meningkatkan kualitas
diri dan menularkannya
kepada orang lain.
Wanita dunia yang
salehah kelak akan
menjadi bidadari-
bidadari surga yang
begitu indah.
Duhai saudariku
muslimah, maukah
engkau menjadi wanita
yang lebih utama
dibanding bidadari? Allah
meletakkan cahaya di
atas wajahmu dan
memuliakanmu di surga
menjadi bidadari-
bidadari surga. Maka,
berlajarlah dan
tingkatkanlah kualitas
dirimu, agar Allah ridha
kepadamu
YUK "BACA SURAT CINTA" Dari.. multazimah.blogsome.com/2007/04/17/68/
Yuk baCa “Surat
Cinta”
Surat Cinta apaan? Wong
saya belum pernah sama
sekali dapet apalagi
baca….. Iya…ane tahu,
kamu kan orangnya
‘alim, multazim, pandai
jaga diri d l l…… so ane
percaya gak pernah
bercinta ato “pacaran”,
tapi masih punya rasa
cinta kan???? Ato
mungkin dah gak pake
surat, tapi pakenya sms,
mms, mail, kartu ucapan,
ato apa lagi?? sama aja
kan? Yach gak perlu
diperpanjang .
Surat Cinta, sms cinta,
email cinta, kartu
ucapan cinta atau apalah
namanya, katanya sih
bisa bikin lupa diri saat
baca. Berkali-kali
bacanya tapi seakan
pelum puas juga. Ingin
rasanya selalu baca…
baca…baca dan terus
baca…. katanya hukumn
Fiqhnya WAJIB, dosa
besar kalo gak baca and
bisa masuk NERAKA.
Kata siapa ya?
Tapi kali ini lain Surat
cinta yang ane maksud
adalah surat cinta yang
paling berharga dari
Sang Pemilik Cinta, ialah
Al-Qur’an Al-Kariim.
Sudahkah kita
membacanya sama
seperti ketika kita
membaca surat cinta
dari sosok yang kita
cinta?????? Kalo belum
malu donk…… atau
malu-maluin donk…
hehehehe…..
OK dech, nich ada tips
tuk bisa istiqomah
membaca Surat Cinta
dari Sang Pemilik Cinta.
You semua mesti
baca…………
Kiat bersungguh-sungguh
dalam tilawah satu juz
perhari
Berusaha melancarkan
tilawah jika belum
lancar. Ukuran normal
membaca satu juz adalah
30-40 menit, jika lebih
lama dari itu maka
berusahalah untuk
memperlancar
bacaannya. Bayangkan
saja 30-40 menit dari 24
jam bukanlah waktu
yang lama, namun
terkadang kita lebih
sering ngobrol atau
menonton TV berjam-jam
ketimbang menyisihkan
Al-qur’an selama
setengah jam dalam satu
hari.
Aturlah dalam diri kita
kesepakatan untuk
komitmen ibadah satu
juz tilawah perhari, jika
tidak tercapai,
hendaknya kita iqab
(semacam hukuman) diri
kita dengan iqab yang
mampu membangkitkan
kesungguhan kita,
misalnya jika hari ini
tidak sampai satu juz,
maka esok harinya kita
akan menggandakannya
menjadi dua juz. Sebagai
contoh para sahabat
yang sering meng-iqab
diri dengan bersedekah
atau menginfaqkan
seluruh hartanya di jalan
Allah. Subhanallah.
Cari tempat-tempat yang
kondusif untuk
melakukan tilawah
karena terkadang kita
butuh waktu sejenak
untuk menyendiri
Sering-sering mengadu
kepada Allah dan
memohon untuk
dimudahkan
kesungguhan dan
komitmen dalam
melaksanakan ibadah
tilawah ini. Bahkan
selipkan di antara doa-
doa kita permohonan
agar kita dijadikan
orang-orang yang dekat
dengan Al-qur’an. Amin.
Perbanyak amal saleh
karena amal saleh dapat
menghasilkan energi
baru untuk amal saleh
selanjutnya.
Kendala yang Harus
Diwaspadai
Perasaan menganggap
sepele saat sehari tidak
membaca Al-qur’an
Lemahnya wawasan ber-
Al-qur’an sehingga tidak
termotivasi untuk
bersungguh-sungguh
dalam membaca Al-quran
Tidak memiliki waktu
wajib membaca Al-quran,
dan membaca Al-quran
sesempatnya saja atau
bahkan dengan waktu-
waktu sisa kita
Lemahnya keinginan
untuk memiliki
kemampuan tilawah
Terbawa lingkungan
sekeliling yang tidak
memiliki perhatian
terhadap tilawah Al-
qur’an
Tidak tertarik dengan
majelis yang
menghidupkan Al-qur’an
“Tidaklah suatu kaum
berkumpul di salah satu
rumah Allah lalu di
antara mereka membaca
kitab Allah dan
mempelajarinya kecuali
turun kepada mereka
ketenangan yang diliputi
rahmat, dikelilingi
malaikat, dan Allah swt
menyebut nama-nama
mereka di sisi makhluk
yang ada di
dekatNya.” (HR. Imam
Muslim)
Akibat Tidak Serius
Melakukan Tilawah
Sedikitnya barakah
dakwah atau ‘amal jihadi
kita dan menjadi indikasi
lemahnya hubungan
sebagai jundi kepada
Allah swt.
Kemungkinan lainnya,
tertundanya pertolongan
Allah swt dalam amal
jihadi. Jika salafush shalih
saja tertunda
kemenangannya hanya
karena meninggalkan
sunah bersiwak, apalagi
jika meninggalkan amal
yang bobotnya jauh lebih
besar dari itu.
Semakin jauhnya
ashshalah (orisinilitas)
dakwah. Dakwah kita
adalah dakwah bil
qur’an, bagaimana
mungkin kita
mengumandangkan
dakwah sementara
hubungan kita dengan
Al-qur’an sendiri
melemah
Semakin jauhnya dakwah
dari nuansa ilmu,
padahal hakikat dakwah
adalah meningkatkan
kualitas keilmuan umat
Orang yang nyepelekan
tilawah bahkan gak
pernah sama sekali dan
cuek terhadapnya, ada
indikasi matinya syu’ul
khotimah (Na’udzubillah)
Maraji’ : Tarbiyah
Syakhsiyah Qur’aniyah,
Abdul Azis Abdur Rouf, LC
AlQurAn
Semua yang telah kita
pelajari sejauh ini
memperlihatkan kita
akan satu kenyataan
pasti: Al Qur'an adalah
kitab yang di dalamnya
berisi berita yang
kesemuanya terbukti
benar. Fakta-fakta ilmiah
serta berita mengenai
peristiwa masa depan,
yang tak mungkin dapat
diketahui di masa itu,
dinyatakan dalam ayat-
ayatnya. Mustahil
informasi ini dapat
diketahui dengan
penguasaan ilmu
pengetahuan dan
teknologi masa itu. Ini
merupakan bukti nyata
bahwa Al Qur'an
bukanlah perkataan
manusia.
Al Qur'an adalah kalam
Allah Yang Maha Kuasa,
Pencipta segala sesuatu
dari ketiadaan. Dialah
Tuhan yang ilmu-Nya
meliputi segala sesuatu.
Dalam sebuah ayat, Allah
menyatakan dalam Al
Qur'an "Maka apakah
mereka tidak
memperhatikan Al
Qur'an ? Kalau kiranya Al
Qur'an itu bukan dari sisi
Allah, tentulah mereka
mendapat pertentangan
yang banyak di
dalamnya." (Al Qur'an,
4:82) Tidak hanya kitab
ini bebas dari segala
pertentangan, akan
tetapi setiap penggal
informasi yang
dikandung Al Qur'an
semakin mengungkapkan
keajaiban kitab suci ini
hari demi hari.
Apa yang menjadi
kewajiban manusia
adalah untuk berpegang
teguh pada kitab suci
yang Allah turunkan ini,
dan menerimanya
sebagai satu-satunya
petunjuk hidup. Dalam
salah satu ayat, Allah
menyeru kita:
"Dan Al Qur'an itu
adalah kitab yang Kami
turunkan yang diberkati,
maka ikutilah dia dan
bertakwalah agar kamu
diberi rahmat." (Al
Qur'an, 6:155)
Dalam beberapa ayat-
Nya yang lain, Allah
menegaskan:
"Dan katakanlah:
"Kebenaran itu
datangnya dari Tuhanmu;
maka barangsiapa yang
ingin (beriman)
hendaklah ia beriman,
dan barangsiapa yang
ingin (kafir) biarlah ia
kafir." (Al Qur'an, 18:29)
"Sekali-kali jangan
(demikian)!
Sesungguhnya ajaran-
ajaran Tuhan itu adalah
suatu peringatan, maka
barangsiapa yang
menghendaki, tentulah
ia
memperhatikannya." (Al
Qur'an, 80:11-12)
Sumber" www.keajaibanalquran.com/knowledge.html
Jumat, 24 Desember 2010
Jumat, 26 November 2010
Langganan:
Postingan (Atom)