Minggu, 10 Maret 2013
Renungan
Di suatu senja sepulang
kantor, saya masih
berkesempatan untuk ngurus
tanaman di depan rumah,
sambil memperhatikan
beberapa anak asuh yang
sedang belajar menggambar
peta, juga mewarnai. Hujan rintik-rintik selalu menyertai di
setiap sore di musim hujan
ini.
Di kala tangan sedikit
berlumuran tanah kotor..,
terdengar suara tek…
tekk.. .tek…suara tukang
bakso dorong lewat. Sambil …
menyeka keringat, ku
hentikan tukang bakso itu
dan memesan beberapa
mangkok bakso setelah
menanyakan anak-anak, siapa
yang mau bakso?
“Mauuuuuuuuu..”, secara
serempak dan kompak anak-
anak asuhku menjawab.
Selesai makan bakso, lalu
saya membayarnya.
Ada satu hal yang menggelitik
fikiranku selama ini ketika
saya membayarnya, si tukang
bakso memisahkan uang yang
diterimanya. Yang satu
disimpan dilaci, yang satu ke
dompet, yang lainnya ke
kaleng bekas kue semacam
kencleng. Lalu aku bertanya
atas rasa penasaranku selama
ini.
“Mang kalo boleh tahu,
kenapa uang-uang itu
pisahkan? Barangkali ada
tujuan?”
“Iya pak, memang sengaja
saya memisahkan uang ini
selama jadi tukang bakso
yang sudah berlangsung
hampir 17 tahun. Tujuannya
sederhana saja, hanya ingin
memisahkan mana yang
menjadi hak saya, mana yang
menjadi hak orang lain / amal
ibadah, dan mana yang
menjadi hak cita-cita
penyempurnaan iman
seorang muslim”.
“Maksudnya?”, saya
melanjutkan bertanya.
“Iya Pak, kan agama dan
islam menganjurkan kita agar
bisa berbagi dengan sesama.
Sengaja saya membagi 3
tempat, dengan pembagian
sebagai berikut :
1. Uang yang masuk ke
dompet, artinya untuk
memenuhi keperluan hidup
sehari-hari untuk keluarga.
2. Uang yang masuk ke laci,
artinya untuk infaq /sedekah,
atau untuk melaksanakan
ibadah Qurban. Dan
alhamdulillah selama 17
tahun menjadi tukang bakso
saya selalu ikut qurban seekor
kambing, meskipun
kambingnya yang ukuran
sedang saja.
3. Uang yang masuk ke
kencleng, karena saya ingin
menyempurnakan agama
yang saya pegang yaitu Islam.
Islam mewajibkan kepada
umatnya yang mampu untuk
melaksanakan ibadah haji.
Ibadah haji ini tentu butuh
biaya yang besar, Maka kami
sepakat dengan istri bahwa di
setiap penghasilan harian
hasil jualan bakso ini kami
harus menyisihkan sebagian
penghasilan sebagai
tabungan haji.. Dan insya
Allah selama 17 tahun
menabung, sekitar 2 tahun
lagi saya dan istri akan
melaksanakan ibadah haji.
Hatiku sangat… sangat
tersentuh mendengar
jawaban itu. Sungguh sebuah
jawaban sederhana yang
sangat mulia. Bahkan
mungkin kita yang memiliki
nasib sedikit lebih baik dari si
tukang bakso tersebut, belum
tentu memiliki fikiran dan
rencana indah dalam hidup
seperti itu. Dan seringkali
berlindung di balik tidak
mampu atau belum ada
rejeki.
Terus saya melanjutkan
sedikit pertanyaan, sebagai
berikut : “Iya tapi kan ibadah
haji itu hanya diwajibkan bagi
yang mampu…? termasuk
memiliki kemampuan dalam
biaya…?
Ia menjawab, “Itulah
sebabnya Pak, justru kami
malu kepada Tuhan kalau
bicara soal Rezeki karena
kami sudah diberi Rizky.
Semua orang pasti mampu
kok kalau memang niat..?
Menurut saya definisi
“mampu” adalah sebuah
definisi dimana kita diberi
kebebasan untuk
mendefinisikannya sendiri.
Kalau kita mendefinisikan diri
sendiri sebagai orang tidak
mampu, maka mungkin
selamanya kita akan menjadi
manusia tidak mampu.
Sebaliknya kalau kita
mendefinisikan diri sendiri,
“mampu”, maka Insya Allah
dengan segala kekuasaan dan
kewenangannya Allah akan
memberi kemampuan pada
kita kok.
Bila Berkenan, Mohon di
Share ke Teman2..(copaz)
Selasa, 29 Januari 2013
TOBAT YANG TERTOLAK
Allah SWT adalah Tuhan yang
Mahapenyayang, sehingga
menerima tobat orang-orang
yang melakukan perbuatan
keji (QS. An-Nisa': 17);
kejahatan (QS. An-Nisa': 18);
membunuh (QS. An-Nisa': 92)
; berbuat kesalahan (QS. Asy-
Syura: 25); dan pelanggaran
terhadap larangan-Nya.
Secara garis besar, semua
bentuk pelanggaran tersebut
akan diampuni oleh Allah SWT
selama memenuhi tiga
persyaratan, yaitu berhenti
dari perbuatan jahat,
menyesali sungguh-sungguh
perbuatan yang dilakuka, dan
tidak akan mengulanginya
pada masa yang akan datang.
Di dalam Surah An-Nisa, Allah
SWT berfirman,
"Sesungguhnya bertobat
kepada Allah itu hanya
(pantas) bagi mereka yang
melakukan kejahatan,
kemudian segera bertobat.
Tobat mereka itulah yang
diterima Allah. Allah
Mahamengetahui,
Mahabijaksana.”
“Dan tobat itu tidaklah
(diterima Allah) dari mereka
yang melakukan kejahatan
hingga apabila datang ajal
kepada seseorang di antara
mereka, (barulah) dia
mengatakan, "Saya benar-
benar bertobat sekarang."
Dan tidak (pula diterima
tobat) dari orang-orang yang
meninggal sedang mereka di
dalam kekafiran. Bagi orang-
orang itu telah Kami sediakan
azab yang pedih." (QS. An-
Nisa': 18-19).
Ayat di atas paling tidak
mengandung tiga perkara.
Satu perkara berkaitan
dengan diterimanya tobat dan
dua perkara lainnya berkaitan
dengan tobat yang ditolak.
Pertama, mereka yang
diterima tobatnya adalah
yang melakukan kejahatan,
lalu menyadari kejahatannya
dan segera bertobat.
Mayoritas para ahli tafsir
menegaskan bahwa arti
segera di dalam kalimat
tersebut berarti secepatnya
bertobat setelah melakukan
kejahatan sebab orang yang
cerdas adalah mereka yang
segera bertobat setelah
melakukan kejahatan, tidak
mengakhirkannya karena
dapat menyebabkan hatinya
bertambah keruh, jiwa
menjadi lemah, dan
dipermainkan hawa nafsu,
disamping setiap orang tidak
mengetahui kapan ajalnya
tiba.
Kedua, Allah SWT tidak
menerima tobat seorang
hamba yang dilakukan
menjelang ajal tiba. Mereka
yang terbiasa bergelimang
dosa tanpa penyesalan dan
kemauan bertobat selama
hidupnya memanfaatkan
kesempatan (bertobat) dalam
kesempitan (datangnya ajal),
namun Allah SWT menolaknya
dengan alasan tobatnya
dilakukan dalam kondisi
darurat, bukan dalam kondisi
normal dan banyak pilihan.
Allah SWT mengulang
beberapa kali firman-Nya
dalam kasus tersebut, salah
satunya berkaitan dengan
Fir'aun, "... ketika Fir'aun
hampir tenggelam dia
berkata, "Aku percaya bahwa
tidak ada tuhan selain Tuhan
yang dipercayai oleh Bani
Israil, dan aku termasuk
orang-orang yang muslim
(berserah diri)." (QS. Yunus:
90).
Ketiga, mereka yang tidak
diterima tobatnya adalah
orang-orang yang telah mati
dalam kekafiran atau tidak
membawa keimanan. Hal
tersebut karena kematian
berarti penutupan pintu
harapan perbaikan disamping
kekafiran berarti peniadaan
eksistensi Tuhan.
Dalam ayat tentang kekafiran
(kemusyrikan), Allah SWT
berfirman, "Sungguh, Allah
tidak akan mengampuni dosa
syirik dan Dia mengampuni
dosa selain itu bagi siapa
yang Dia kehendaki... " (QS.
An-Nisa': 116).
Maka senyampang Allah SWT
masih memberikan umur dan
kesehatan, hendaknya
seorang mukmin
menyegerakan diri menuju
ampunan Allah dengan
bertobat dan meminta maaf
kepada sesama sebelum
pintu tobat benar-benar
tertutup baginya. Hal
tersebut karena
mensegerakan tobat
merupakan salah satu
karakter orang-orang yang
bertakwa.
"Dan bersegeralah kamu
mencari ampunan dari
Tuhanmu dan mendapatkan
surga yang luasnya seluas
langit dan bumi yang
disediakan bagi orang-orang
yang bertakwa." (QS. Ali
Imran: 133). Dan tiadalah
orang yang bertakwa, kecuali
Allah akan membalasnya
dengan surga.
Wallahu a'lam.
Semoga Bermanfaat ....
Silahkan saudara-saudariku
yang baik, yang mau share
atau co-pas, dengan senang
hati. Semoga bermanfaat.
Semoga pula Allah Ta'ala
berikan pahala kepada yang
membaca, yang menulis, yang
menyebarkan, yang
mengajarkan dan yang
mengamalkan… Aamiin,
Aamiin, Aamiin ya Alloh ya
Rabbal’alamin …
Salam Santun Ukhuwah
Karena-NYA
(repost from:republika.co.id)
Senin, 28 Januari 2013
ARTI LAMBANG "IPSI"
"ARTI/MAKNA LAMBANG IPSI"
Warna Kuning: Berarti
bahwa IPSI mengutamakan budi pekerti dan kesejahteraan lahir dan batin dalam menuju kejayaan nusa dan bangsa.
Bentuk Perisai Segi Lima:
Berarti bahwa IPSI
berasaskan landasan idiil
Pancasila, serta bertujuan membentuk manusia Pancasila sejati.
Sayap Garuda berwarna
Kuning berototkan merah: Berarti kekuatan bangsa Indonesia yang bersendikan kemurnian, keluruhan dan dinamika, Sayap 18 lembar, bulu 5 lembar + 4 lembar + 8
lembar, berarti tanggal
berdirinya IPSI adalah 18 Mei 1948. Sayap 18 lembar, terdiri dari 17+1 berarti IPSI dengan semangat Proklamasi Kemerdekaan bersatu membangun negara.
Untaian lima lingkaran: Melambangkan bahwa IPSI melalui olahraga merupakan ikatan peri
kemanusiaan antara perbagai aliran dengan memegang teguh asas kekeluargaan,
Persaudaraan dan kegotong royongan.
Ikatan pita berwarna Merah Putih: Bahwa IPSI
merupakan suatu ikatan
pemersatu dari perbagai
aliran Pencak Silat, yang menjadi hasil budaya yang kokoh karena dilandasi oleh rasa berbangsa, berbahasa dan bertanah air Indonesia.
Gambar tangan putih
di dalam Dasar hijau: Menggambarkan bahwa IPSI membantu negara dalam bidang ketahanan
nasional melalui pembinaan
mental/fisik agar kader-kader IPSI berkepribadian nasional serta berbadan sehat, kuat dan tegap.
Langganan:
Postingan (Atom)